top of page

Arsitektur Amfibi dan Studi Pengembangan Ark’a Modulam

Wijanarka, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya (UPR)Email : wijarnarka@arch.upr.ac.id



(Diringkas dari paper yang dipresentasikan dalam The 10th ACGSA Committee Meeting on Green & Sustainable Architecture, Seminar Event – Living with Water pada tanggal 10 April 2018, dengan judul asli : Amphibious Architecture and Development Study of Ark’a Modulam)


Banjir dan adanya kenaikan muka air laut yang telah melanda perkotaan-perkotaan bagian hilir, telah menunjukkan kepada kita agar kita mulai berinovasi menciptakan arsitektur yang berbasis kepada air. Pada prinsipnya, terdapat 3 (tiga) tipe arsitektur berbasis air, yaitu Arsitektur Bertiang, Arsitektur Terapung dan Arsitektur Amfibi. Dalam perkembangannya, Arsitektur Amfibi merupakan inovasi terbaru dari 2 (dua) tipe Arsitektur Berbasis Air Lainnya. Tulisan ini, sekilas memperkenalkan tentang apa itu Arsitektur Amfibi. Selain itu, tulissan ini juga mendiskripsikan studi pengembangan suatu fondasi amfibi yang bernama Ark’a Modulam. Untuk memperkenalkan arsitektur amfibi, tulisan disusun berdasarkan pada studi literatur-literatur dan beberapa hasil penelitian tentang arsitektur amfibi. Untuk mendiskripsikan studi pengembangan fondasi Ark’a Modulam, tulisan disusun berdasarkan hasil penelitian tahun pertama dari tiga tahun penelitian yang direncanakan. Diharapkan, tulisan ini bermanfaat untuk berkreasi menciptakan fondasi-fondasi amfibi lainnya sehingga akan muncul inovasi-inovasi desain arsitektur amfibi yang dapat beradaptasi terhadap banjir dan kenaikan muka air laut yang kini sedang melanda perkotaan-perkotaan di bagian hilir.


Arsitektur Amfibi


Mengacu kepada English (2009), Fenuta (2010), Wijanarka (2013) dan Nilubon (2016), arsitektur amfibi adalah arsitektur yang dirancang memperhatikan adanya banjir, yang mana strukturnya direncanakan dapat mengapung pada saat banjir,  mengikuti ketinggian muka air banjir, dan dapat kembali napak atau berpijak pada landasan yang telah direncanakan pada tanah ketika air banjir menghilang. Oleh karenanya, arsitektur amfibi dapat bergerak naik turun pada posisi atau tempat yang sama.  Untuk dapat mengapung saat berair atau banjir, diperlukan konstruksi apung pada fondasinya. Bahan apung ini dapat berupa foam atau EPS (English, 2009), konstruksi beton apung (Fenuta, 2010), drum plastik (Wijanarka, 2016) bahkan dapat juga berupa kumpulan botol air mineral (Prosun, 2010). Untuk dapat napak atau berpijak pada tanah ketika lahan tak berair atau banjir, diperlukan konstruksi landasan. Dan agar dapat bergerak naik turun (bergerak secara vertikal) diperlukan konstruksi tiang pemandu gerakan vertikal.


Sejarah


Sejarah arsitektur amfibi, dimulai pada sebuah camp di Lousiana tepatnya di suatu dataran banjir (floodplain) sungai Raccourci. Arsitektur amfibi ini berupa rumah tinggal sementara untuk kegiatan perikanan sungai, dan dibangun sekitar pertengahan tahun 1970 an. Bahan apung yang dipakai dalam rumah amfibi ini adalah EPS (expanded polystyrene).


Guna menghadapi kenaikan muka air laut, Belanda pada tahun 2006 membangun perumahan amfibi di Maasbommel dengan bentuk arsitektural yang inovatif. Selain itu, bahan apung yang digunakan juga tergolong inovatif yaitu beton. Bahan apung yang terbuat dari beton tersebut berfungsi juga sebagai fondasi yang dapat mengapung dan menapak.


Arsitektur Amfibi


Tahun 2007 di New Orleans dibuat proyek rumah amfibi yang diberi nama Noah’s Ark Project. Tahun 2009 di New Orleans juga dibangun rumah amfibi yang bernama Float House. Dalam perkembangannya, tahun 2010 rumah amfibi muncul juga di Banglades. Rumah amfibi yang merupakan proses tesis S2 ini dinamai Lift House karena cara kerjanya menyerupai cara kerja lift. Pada tahun 2014, di Bangkok juga dibangun rumah amfibi dan tahun 2015 rumah amfibi dibangun juga di Inggris. Pembangunan-pembangunan rumah amfibi tersebut dibangun guna menghadapi banjir dan kenaikan muka air laut


Di Indonesia, jauh sebelum tahun 1970 an, pada tahun 1920 an telah ada rumah tinggal yang seperti rumah amfibi, tapi berada di ruang milik sungai, tepatnya di bagian tengah koridor sungai Batanghari (Jambi), bagian tengah koridor sungai Barito (Kalteng) dan bagian tengah koridor sungai Kapuas (Kalbar). Rumah-rumah yang seperti rumah amfibi ini, berkumpul pada endapan sungai yang cenderung datar. Endapan sungai tersebut merupakan tikungan dalam (inside of bend) pada suatu meander sehingga tak berarus deras ketika air sungai tinggi.


Perkembangan Inovasinya Di Indonesia


Di Indonesia, hingga kini belum berkembang Arsitektur Amfibi. Arsitektur Amfibi, di Indonesia masih berupa konsep, gagasan dan produk riset yang belum diterapkan. Dalam hal produk riset, Puslitbangkim (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman) telah membuat model rumah anti banjir skala 1 ; 1, berbahan utama bambu. Selain itu, Prodi Arsitektur Unpar Bandung juga telah membuat gambar model rumah amfibi yang dinamai Rafta (Rumah Apung Fabrikasi pada Tepi Air).


Teknik Fondasi Amfibi


Berdasarkan pada sejarah arsitektur amfibi dan perkembangan inovasinya di Indonesia tersebut diatas, teknik fondasi merupakan komponen arsitektur amfibi yang terpenting agar dapat mengapung saat banjir dan sekaligus dapat menapak saat tak banjir. Terdapat 3 (tiga) teknik fondasi untuk menwujudkan arsitektur amfibi yaitu: 1) Teknik penempelan, 2) Teknik Basement, dan 3) Teknik kombinasi penempelan dan bertiang.


Fondasi Ark’a Modulam


Ark’a Modulam adalah modul konstruksi dan tiang utama rumah amfibi yang bila lahan basahnya tak berair, pondasi rumah akan berpijak pada konstruksi landasan dan bila lahan basahnya berair, pondasi rumah akan mengapung. Arka Modulam terdiri dari 3 komposisi konstruski yaitu: 1) Konstrusksi Tiang Penggerak Vertikal, 2) Konstruksi Tumpuan/Landasan, dan 3) Konstruski Apung. Arka Modulam terdiri dari 3 Tipe, yaitu A (untuk 4 drum), R (untuk 8 drum) dan K (untuk 16 Drum). Perkiraan biaya pembuatan dan daya apung ketiga tipe tersebut tercantum dalam tabel 1.


Tabel 1. Perbandingan Perhitungan Kemampuan Dan Perkiraan Biaya

 

Foundation type

The capability when floating (floating construction)

The capability when not floating

(piers/ base construction)

Estimated cost by second class wood

Tipe A (4 drum)

701,60 kg

16.000 kg

Rp.  4.953.900,-

Tipe R (8 drum)

1.428,78 kg

25.600 kg

Rp.  6.546.375,-

Tipe K (16 drum)

2.880,32 kg

51.200

Rp. 10.685.600,-

Pengembangan Fondasi Tipe A


Dalam studi ini, tipe A dikembangkan menjadi 2 pola konstruksi yang dinamai Pola A.1 dan A.2. Dua pola pengembangan tersebut, kemudian dikembangkan lagi yang masing-masing menjadi pola konstruksi yang lebih efisien. Pola konstruski A.1 dikembangkan menjadi A.1.1 dan Pola A.2 dikembangkan menjadi A.2.1. Hasil kajian menunjukkan bahwa pola A-2.1 merupakan model yang efektif, efisie, sehingga pola A-2.1 ini dipakai untuk uji coba pengapungan. Selanjutnya, pola A-2.1 dikembangkan secara tata letak sehingga dihasilkan Tipe Alt.3 Pola Konstruski A-2.1


Tipe Alt.3 Pola Konstruski A-2.1 terdiri dari 3 kontrusksi, yaitu konstrusksi Landasan, Konstrusksi Apung dan Konstruksi Tiang Penggerak Vertikal (Gambar: 7). Pada tiang utama konstruski apung, dihubungkan dengan balok ke Konstruksi Tiang Penggerak vertikal. Hal ini dimaksudkan agar Konstruski Apung bergerak stabil secara vertikal dan sebagai pengikat agar konstruksi apung stabil tak bergerak secara horizontal. Ukuran Konstrusksi Landasan :  Panjang dan Lebar = 165 cm ; Tinggi = 70 cm. Ukuran Konstruski Apung : Panjang dan Lebar = 165 cm ;  Tinggi rangka = 109,5 cm. Ukuran Konstrusksi Tiang Penggerak Vertikal : Tinggi = 400 cm ; Jarak antar Tiang = 40 cm. Dalam pelaksanaannya, tiang-tiang konstruski landasan dan konstruski tiang penggerak vertikal ditancapkan pada tanah. Kedalaman tancapan minimal 1 meter atau lebih.


Hasil Uji Coba Tahun Pertama (2017)


Dalam uji coba tahun pertama, material yang digunakan untuk konstruski adalah kayu. Untuk Konstruksi Landasan, ukuran kayunya 8/8 untuk tiang, 5/10 untuk balok dan 5/5 untusk suai. Untuk Konstruski Apung, ukuiran kayunya 8/8 untuk tiang utama, 5/10 untuk balok rangka dan 5/7 untuk penahan bahan apung. Untuk Konstruski Tiang penggerak Vertikal, ukuran kayunya 8/8 untuk tiang utama, 5/7 untuk tiang pendukung dan 3/5 untuk suai. Kayu yang digunakan adalah kayu Meranti dan Kruing. Konstruksi hubungan antara kayu menggunakan mur baut, dan paku untuk menempelkan suai. Dalam uji coba ini, bahan apung yang digunakan adalah drum plastik kapasitas 200 liter. Jumlah drum plastik 4 buah, disusun secara vertikal. Diameter drum 58,5 cm dan tinggi drum 92,5 cm. Karena uji coba ini tak ada pembebanan diatas konstruski apung, tiang konstruski landasan dan tiang penggerak vertikal ditancapkan ke tanah sedalam 50 cm.


Uji pengapungan dilakukan di suatu perkampungan yang ada di dataran banjir (floodplain) di kota Palangka Raya, tepatnya di Jl. Anoi Komplek Mendawai. Dari hasil pengamatan lokasi, ketinggian banjir di lokasi ini dapat mencapai setinggi 2 meter, oleh karenanya, disekitarnya rumah-rumah perkampungannya menggunakan konstruksi bertiang yang tingginya tiang fondasinya 2,5 m – 3 m. Dari hasil uji coba, diketahui berat konstruski apung tanpa 4 (empat) drum sebesar 157 kg. Pada saat ketinggian air mencapai 98 cm, dimana konstruksi landasan setinggi 70 cm telah tenggelam, konstruski apung dengan balok landasan kayu 5/10 belum terangkat mengapung. Konstruksi apung mulai terangkat naik ketika ketinggian air mencapai 115 cm.


Pada saat konstruski apung lepas mengapung dari konstruski landasan, drum plastik yang tenggelam di air setinggi 12 cm. Dengan adanya hubungan balok pengikat kestabilan tiang utama konstruski apung dengan konstruksi tiang penggerak vertikal, ketika air surut, konstruski apung kembali menumpu di posisi semula pada kontruksi landasan.


Penutup


Arsitektur Amfibi merupakan salah satu alternatif Arsitektur Berbasisi Air yang dirancang untuk beradaptasi terhadap banjir dan kenaikan muka air laut. Sedangkan Ark’a Modulam merupakan salah satu alternatif fondasi untuk memciptakan Arsitektur Amfibi. Karena merupakan salah satu alternatif, kemungkinan besar juga akan ada alternatif-alternatif lainnya untuk memciptakan Arsitektur Amfibi. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk berkreasi menciptakan fondasi-fondasi amfibi lainnya sehingga akan muncul inovasi-inovasi desain arsitektur amfibi yang dapat beradaptasi terhadap banjir dan kenaikan muka air laut yang kini sedang melanda perkotaan-perkotaan di bagian hilir.


Daftar Pustaka

  1. English, E. 2009. Amphibious Foundations and The Buoyant Foundation Project Innovative Strategies for Flood Resilient Housing (makalah seminar The International Conference on Urban Flood Management), Paris ; – .

  2. Fenuta, EV. 2010. Amphibious Architecture The Buoyant Foundation Project in Post Katrina New Orleans (Thesis S2), Waterlo0 : University of Waterloo.

  3. Nibulon, P, 2016. Amphibious Architecture and Design a catalyst of opportunistic adaptation ? case study Bangkok,  Procedia – Social and Behavioral Sciences, –

  4. Prosun, P. 2010.  The Lift House An Amphibious Strategy for Sustainable and Affordable Housing for the Urban Poor in Flood-prone Bangladesh (Tesis S2), Waterloo : University of Waterloo.

  5. Wijanarka, (2013). Arsitektur Amfibi : Arsitektur Hijua Yang Bersahabat Dengan Air Dan Bebas Banjir. Kalteng Pos, 7 Maret 2013

  6. Wijanarka, (2016). Memperkenalkan Ark’a Modulam Alternatif Konstruksi Dan Tiang Utama Rumah Amfibi Di Lahan Basah, Bandung : IPLBI

  7. Wijanarka. Waluyo, R. (2017). Fondasi Ark’a Modulam Sebagai Salah Satu Alternatif Mewujudkan Rumah Amfibi Di Dataran banjir Pada Perkotaan bagian Tengah Kalimantan, Proteksi, Vol. 2 No. 1 : 68 – 73.

  8. Wijanarka. Waluyo, R. (2017). The Innovation of  Flood Resistant Foundation : Development Study And Reliability of Ark’a Modulam  (Module of Amphibious), With Various Floating Materials Through  The Model Physical Test. In Proceedings of International Conference on Architecture, 106 – 111. Banda Aceh : Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.

  9. Wijanarka. Waluyo, R. (2017).  Model Pengembangan Fondasi Anti Banjir Berdasarkan Ark’a Modulam (Makalah Seminar Hasil Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat). Palangka Raya : Universitas Palangka Raya.


11 December 2018 by iplbi

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comentários


bottom of page